BLOGGER TEMPLATES - TWITTER BACKGROUNDS »

Laman

Sabtu, 02 Juni 2012

Siti Jenar


Syekh Siti Jenar, menurut ahli sejarah lahir pada tahun 829 H/1426 M di lingkungan Pakuwon Caruban, pusat kota Caruban larang waktu itu, yang sekarang lebih dikenal sebagai Astana Japura, sebelah tenggara Cirebon. Lingkugan kelahiran Syekh Siti Jenar merupakan lingkungan yang multi-etnis, multi-bahasa dan sebagai titik temu kebudayaan serta peradaban berbagai suku. Siti Jenar memiliki nama kecil San Ali. San Ali merupakan putra dari Datuk Shaleh bin Isa Alawai Jamaluddin Husain bin Abdullah Khanuddin bin Abdul Malik al-Qazam. Al-Qazam adalah nama marga dari keluarga besar Alawiyyun yang terkenal di Ahmadabad, India, yang berasal dari Hadramaut, artinya Syekh Siti Jenar masih memiliki garis keturunan dari Ahl Bait-nya Rasulullah SAW.
Terdapat banyak ragam versi yang mengungkapkan biografi dan asal-usul dari Siti Jenar. Dalam buku yang ditulis oleh Munir Mulhan berjudul “Syekh Siti Jenar Pergumulan Islam-Jawa” misalnya, di sana dipaparkan beberapa cerita terkait nama dan asal sosok fenomenal tersebut. Menurut analisis Dalhar kata Siti Jenar berasal dari bahasa Persia, sidi: tuan, jinnar: orang yang berkekuatan seperti api. Ada pula yang mengatakan Siti Jenar adalah anak dari Resi Bungsu yang disihir oleh ayahnya dan menjadi seekor cacing yang dibungkus dengan lumpur (Jw: endhut) dan dibuang ke danau. Pada saat yang sama Sunan Bonang sedang mengajarkan ilmu kepada Sunan Kalijaga di atas danau dengan naik perahu. Perahu itu mengalami kebocoran, maka tanah liat yang di dalamnya berisi cacing tersebut digunakan untuk menambal perahu. maka cacing itu dirubah oleh sunan Bonang menjadi manusia dn diberi nama Siti (tanah) Jenar (merah). Sumber lain menyebutkan, bahwa Siti Jenar pada awalnya merupakan penganut agama Budha. Selanjutnya berguru kepada sunan Giri dan sunan Bonang bersama sunan Kalijaga.
Dalam perjalanan hidupnya, San Ali diasuh oleh Ki Danusela sampai umur lima tahun, bertepatan dengan tahun 1431 M. Selanjutnya San Ali  diasuh oleh Syekh Datuk Kahfi, pengasuh padepokan Giri Amparan Jati, agar didik ilmu agama Islam dan kerohanian. Padepokan ini merupakan tempat penyiaran agama Islam yang berpengaruh di Cirebon. Setelah belajar selama lima belas tahun di padepokan Giri Amparan, San Ali berinisiatif untuk melanjutkan belajar ilmu kerohanian dan tasawufnya di tempat lain. Tujuan pertamanya pergi ke Pajajaran. Suatu daerah yang banyak dihuni oleh pertapa dan ulama dari kalangan agama Hindhu dan Budha. Di sana San Ali  mempelajari kitab Catur Viphala warisan Prabu Kertawijaya kerajaan Majapahit. Dari Pajajaran akhirnya San Ali berpindah ke Palembang untuk berguru kepada Aria Damar, seorang adipati sekaligus pengamal ajaran sufi kebatinan, murid dari Maulana Ibrahim Samarkandi. Di Palembang San Ali diperkirakan belajar selama dua tahun (1448 M-1450 M). Selama belajar di Palembang, San Ali belajar  pengetahuan tentang hakekat ketunggalan alam semesta yang dijabarkan dalam konsep “nurun ala nur” yang kemudian dikenal dengan kosmologi emanasi..
Dari Palembang San Ali pindah ke Malaka. Disana San Ali mulai masuk dunia bisnis sebagai saudagar emas dan barang kelontong sekaligus mendakwahkan agama Islam di tempat itu, sehingga dia dijuluki Syekh Jabaranta. di Malaka ini pula San Ali diberi nama baru, Abdul Jalil setelah bertemu dengan pamannya, Datuk Ahmad. Setelah dari Malaka San Ali atau Siti Jenar pindah ke Baghdad. Di Baghdad Siti Jenar berguru pada ulama sekte Syi’ah al-Muntadzar dan menjadi pengikut setianya. Setelah melakukan perjalanan yang panjang, akhirnya Siti Jenar pulang ke tanah kelahiranyya, Caruban Larang.  Di sini Siti Jenar menjadi juru dakwah dengan memanfaatkan bukit Amparan Jati sebagai pusat penyiaran dakwahnya.

0 komentar: