Perayaan ini memiliki sejarah beberapa versi. Namun saya mengutip versi yang diungkapkan oleh kalangan yang beragama mirip dengan ketika peristiwa ini berlangsung. Hal ini dilakukan dengan pertimbangan orang yang ada di luar pagar dan bertindak sebagai pengamat mereka akan sibuk mengkritisi peristiwa tersebut yang pada akhirnya akan menjustifikasi yang berarah pada dua warna saja; "hitam-putih".
Pada zaman modern ini, hari Valentine didominasi oleh hati
berwarna pink dan yang dipanah oleh Cupid (dewa Amor/dewa Cinta). Padahal
asal-usul perayaan ini justru sangat berbeda jauh dengan simbol-simbol cinta
ini. Valentine sebenarnya adalah seorang
biarawan Katolik yang menjadi martir. Valentine dihukum mati oleh kaisar
Claudius II karena menentang peraturan yang melarang pemuda Romawi menjalin
hubungan cinta dan menikah karena mereka akan dikirim ke medan perang.
Ketika itu, kejayaan kekaisaran Romawi tengah berada di
tengah ancaman keruntuhannya akibat kemerosotan aparatnya dan pemberontakan
rakyat sipilnya. Di perbatasan wilayahnya yang masih liar, berbagai ancaman
muncul dari bangsa Gaul, Hun, Slavia, Mongolia dan Turki. Mereka mengancam
wilayah Eropa Utara dan Asia. Ternyata wilayah kekaisaran yang begitu luas dan
meluas lewat penaklukan ini sudah memakan banyak korban, baik dari rakyat
negeri jajahan maupun bangsa Romawi sendiri. Belakangan mereka tidak mampu lagi
mengontrol dan mengurus wilayah yang luas ini.
Untuk mempertahankan kekaisarannya, Claudius II tak henti
merekrut kaum pria Romawi yang diangap masih mampu bertempur, sebagai tentara
yang siap diberangkatkan ke medan perang. Sang kaisar melihat tentara yang
mempunyai ikatan kasih dan pernikahan bukanlah tentara yang bagus. Ikatan kasih
dan batin dengan keluarga dan orang-orang yang dicintai hanya akan melembekkan
daya tempur mereka. Oleh karena itu, ia melarang kaum pria Romawi menjalin
hubungan cinta, bertunangan atau menikah.
Valentine, sang biarawan muda melihat derita mereka yang
dirundung trauma cinta tak sampai ini. Diam-diam mereka berkumpul dan
memperoleh siraman rohani dari Valentine. Sang biarawan bahkan memberi mereka
sakramen pernikahan. Akhirnya aksi ini tercium oleh Kaisar. Valentine
dipenjara. Oleh karena ia menentang aturan kaisar dan menolak mengakui
dewa-dewa Romawi, dia dijatuhi hukuman mati.
Di penjara, dia bersahabat dengan seorang petugas penjara
bernama Asterius. Petugas penjaga penjara ini memiliki seorang putri yang
menderita kebutaan sejak lahir. Namanya Julia. Valentine berusaha mengobati
kebutaannya. Sambil mengobati, Valentine mengajari sejarah dan agama. Dia
menjelaskan dunia semesta sehingga Julia dapat merasakan makna dan
kebijaksanannya lewat pelajaran itu. Julia bertanya, "Apakah Tuhan sungguh
mendengar doa kita?" "Ya
anakku. Dia mendengar setiap doa kita." Apakah kau tahu apa yang aku
doakan setiap pagi? Aku berdoa supaya aku dapat melihat. Aku ingin melihat
dunia seperti yang sudah kau ajarkan kepadaku." "Tuhan melakukan apa
yang terbaik untuk kita, jika kita percaya pada-Nya,"sambung Valentine. "Oh,
tentu. Aku sangat mempercayai-Nya," kata Julia mantap. Lalu, mereka bersama-sama berlutut dan
memanjatkan doa.
Beberapa minggu kemudian, Julia masih belum mengalami
kesembuhan. Hingga tiba saat hukuman mati untuk Valentine. Valentine tidak
sempat mengucapkan perpisahan dengan Julia, namun ia menuliskan ucapan dengan
pesan untuk semakin dekat kepada Tuhan. Tak lupa ditambahi
kata-kata,"Dengan cinta dari Valentin-mu" (yang akhirnya menjadi
ungkapan yang mendunia). Ia meninggal 14 Februari 269. Valentine dimakamkan di
Gereja Praksedes Roma.
Keesokan
harinya , Julia menerima surat ini. Saat membuka surat, ia dapat melihat huruf
dan warna-warni yang baru pertama kali dilihatnya. Julia sembuh dari
kebutaannya.
Pada tahun 496, Paus Gelasius I menyatakan 14 Februari
sebagai hari peringatan St. Valentine. Kebetulan tanggal kematian Valentine
bertepatan dengan perayaan Lupercalia, suatu perayaan orang Romawi untuk
menghormati dewa Kesuburan Februata Juno. Dalam perayaan ini, orang Romawi
melakukan undian seksual! Caranya, merka memasukkan nama ke dalam satu wadah,
lalu mengambil secara acak nama lawan jenisnya. Nama yang didapat itu menjadi
pasangan hidupnya selama satu tahun. Lalu pada perayaan berikutnya mereka
membuang undi lagi.
Rupanya Paus tidak sreg pada cara perayaan ini. Karena
itulah, gereja sedikit memodifikasi perayaan ini. Mereka memasukkan nama-nama
santo dalam kotak itu. Selama setahun setiap orang akan meneladani santo yang
tertulis pada undian yang diambilnya. Untuk membuat acara itu sedikit lucu,
gereja juga memasukkan nama Simeon Stylites. Orang yang mengambil nama ini
dianggap apes alias tidak mujur, soalnya Simeon menghabiskan hidupnya di atas
pillar, tidak beranjak satu kali pun.
Nama Valentine lalu diabadikan dalam festival tahunan ini.
Di festival ini, pasangan kekasih atau suami istri Romawi mengungkapkan
perasaan kasih dan cintanya dalam pesan dan surat bertuliskan tangan. Di
daratan Eropa tradisi ini berkembang dengan menuliskan kata-kata cinta dan
dalam bentuk kartu berhiaskan hati dan dewa Cupid kepada siapapun yang
dicintai. Atau memberi perhatian kecil dengan bunga, coklat dan permen.
Di zaman modern, kebiasaan menulis surat dengan tangan
diangap tidak praktis. Lagipula, tidak setiap orang bisa merangkaikan kata-kata
yang romantis. Lalu muncullah kartu valentine yang dianggap lebih praktis.
Kartu Valentine modern pertama dikirim oleh Charles seorang bangsawan Orleans
kepada istrinya, tahun 1415. Ketika itu dia mendekam di penjara di Menara
London. Kartu ini masih dipameran di British Museum. Di Amerika,Esther Howland
adalah orang pertama yang mengirimkan kartu valentine. Kartu valentine secara
komersial pertama kali dibuat tahun 1800-an.
Sayangnya dari hari ke hari, perayan Valentine telah
kehilangan makna yang sejati. Semangat kasih dn pengorbanan St. Valentine telah
dikalahkan oleh nafsu komesialisasi perayaan ini. Untuk itulah kita perlu
mengembalikan makna perayaan ini, seperti dalam 1 Yohanes 4:16: "Kita
telah mengenal dan telah percaya akan kasih Allah kepada kita. Allah adalah
kasih, dan barangsiapa tetap berada di dalam kasih, ia tetap berada di dalam
Allah dan Allah di dalam dia"
Sebagai remaja yang mengaku beridentitas muslim, mari
jadikan sejarah ini sebagai asbab wurud dari kejadian tersebut. Hal ini penting
karena dengan sejarah kita dapat mengambil kesimpulan atau hipotesa dan langkah
dalam rangka bersikap lebih arif dan bijaksana. Bukan waktunya lagi kita
mengolok-olok mereka yang merayakan Valentine Day dengan model apapun. Karena introspeksi
dan mawas diri merupakan perbuatan yang lebih mulia daripada adu argument. Ingat
di dunia ini hanya ada dua hipotesa bahkan kesimpulan “Sesuatu itu tidak ada
yang salah, yang ada hanyalah perkara yang benar dan paling benar”.
Dikutip dari
http://www.sungaibaru.com/artikel/lihatArtikel.php?id=30, dengan disertai sedikit modifikasi blogger
0 komentar:
Posting Komentar