BLOGGER TEMPLATES - TWITTER BACKGROUNDS »

Laman

Kamis, 09 Februari 2012

Kebebasan Yang Didambakan


Dalam kehidupan dan tradisi beragama dikenal adanya madzhab. Redaksi ini secara etimologi berasal dari kata dzahaba yang berarti pergi dan memilih. Sedangkan kata madzhab merupakan bentuk (sighat) yang mewakili isim zaman dan isim makan. Jadi madzhab bisa diartikan tempat bepergian atau waktunya bepergian. Sedangkan secara terminology redaksi ini memiliki definisi sebuah metode yang ditelorkan oleh ahli khusunya fikih dalam beristinbat atau penggalian hokum dalam agama atau dalam domain yang lain. Hal ini dikarenakan bahwa madzhab bukan hanya dimonopoli atau istilah yang dimiliki dalam Islam saja. Namun dalam banyak hal juga ada dikotomi yang berending pada sebuah madzhab (pilihan) yang memiliki karakter tertentu, baik secara redaksional maupun secara praksisnya.
Salah satu yang menjadi ciri madzhab adalah adanya kekhasan atau seseuatu yang dipandang membedakan dengan yang selainnya. Misalnya dalam madzhab Syafii memiliki sesuatu yang berbeda sekaligus menjadi katakteristik dari madzhab Hanbali. Begitu seterusnya. Kata madzhab terkadang diidentikkan dengan sekte. Padahal secara gramatikal keduanya berbeda dari satu sisi dan sama dari satu sisi yang lain.
Di Indonesia sendiri selain menjamin kebebasan beragama juga menjamin kebebasan untuk berkumpul dan berorganisasi. Sehingga sebenarnya di Indonesia sendiri banyak agama yang muncul berikut madzhab serta sekte-sektenya. Setidaknya ada lima agama yang diakui secara resmi oleh pemerintah Indonesia. Namun pada kepemimpinan mendiang Gus Dur Konghuchu juga diresmikan menjadi agam yang resmi diakui oleh negara. Padahal jika mau petan dan teliti ternyata masih ada agama-agama yang berkembang dan dianut oleh bangsa Indonesia. Agama ini ada yang berbentuk sederhana dan ada pula yang sudah dimodifikasi. Dikatakan sederhana karena agama tersebut masih berparadigma dan melakukan ritual yang sangat sederhana dan terkesan kolot. Namun pada sisi yang lain itu adalah wujud dari hokum alam yang telah dijalankan Tuhan.
Di Indonesia kita mengenal dan mengetahui banyak macam ormas keagamaan; seperti NU, Muhammadiyah, Persis, LDII, Santri Loka, dan yang lainnya. Organisasi-organisasi ini muncul dikarenakan adanya claim confident atau klaim kepercayaan diri dari masing-masing bahwa mereka dan pemikirannya merupakan sesuatu yang ditunggu dan dapat dijadikan sebagai solusi umat. Dari sisi dalam mereka juga menggunakan sumber pokok Islam sebagai landasan berfikir mereka. Oleh karenanya apa yang mereka gagas dan mereka lakukan pada dasarnya telah juga menggunakan dasar-dasar yang benar dan jelas. Namun terkadang perdebatan, gesekan dan bahkan  musyakalah tidak terelakkan antar ormas itu. Kebiasaan yang terjadi pimpinan dari sebuah ormas tidak merasa gerah atas pendapat ormas lain, namun anak buah dan grass root mereka yang justru menghakimi dengan sebuah klaim.
Penghakiman ini merupakan tindakan yang profokatif. Karena penghakiman ini bisa berakibat memperbesar jurang perbedaan, klaim kafir (takfir) dan dampak negative yang lain. Hal ini pernah dialami oleh koordinator JIL (Jaringan Islam Liberal) yang dihalalkan darahnya oleh gembong dari ormas yang lain. Klaim kafir ini dikarenakan organisasi ini telah melakukan liberalisasi penalaran teks suci yang harusnya hal ini tidak boleh terjadi bahkan haram. Penafsiran dan argument JIL dinilai keluar dari rel Islam sehingga mereka dihukumi kafir dan orang kafir menurut mereka halal darahnya.
Jika mau jujur antara dzikr dan fikr sama-sama mendapatkan apresiasi dan dorongan dari Islam. Dorongan ini pada dasarnya berimbang diantara keduanya. Hal ini terbukti dengan banyaknya redaksi Quran yang menuntun manusia untuk berfikir dan berdzikir. Justru hal ini akan aneh dan tidak logis; ketika seseorang berdzikir sangat dipuja-puja. Sedangkan di sisi lain ketika orang berfikir dan menelorkan ide baru justru dikafirkan dan dipojokkan. Hal ini mestinya tidak perlu terjadi karena pada dasarnya kebebasan berfikir dan berekspresi selama itu positif haruslah diapresiasi sebagai penemuan yang boleh dibilang baru. Di sisi lain hal ini justru memperkaya khazanah pemikiran dalam Islam sendiri.
Namun semua telah terjadi, saya berharap kepada sekte dan kelompok yang melakukan takfir segeralah bertaubat. Biarkan kami dan mereka melakukan rasionalisasi pada sebagian kecil perihal agama. Saya meyakini agama adalah sebuah hal yang mati dan paten. Namun agama tidak cukup untuk diimani saja, aktualisasi dan rasionalisasi untuk saat sekarang adalah dua hal yang mutlak diperlukan.

والله أعلم بالصواب

0 komentar: